Christina Titin Herlaswati Blogger
MAHASISWA DAN KARYAWAN KERAJAAN ALLAH FULL-TIME. ONLINE MISIONARIS PART-TIME
Labels
- APA ITU ROH KUDUS? (2)
- berkat rohani (9)
- Doa Mengubah Segala Sesuatu (2)
- Group Putrianggun Lavender (1)
- kata motivasi (14)
- kata-kata motivasi (12)
- kisah nyata (2)
- Lagu Rohani (2)
- Post By Besya Mardhika Goenatio (2)
- Post By Bethany Caruban (2)
- post by Christian Belman Manurung (1)
- post by Johannes Tan (9)
- Post By Jonny Arifyanto (1)
- post by Jonny Liauw (6)
- Post By Mimin Liani (3)
- post by Priska Sweet (1)
- Post By Ragiel A Wicaksono (2)
- Post By Ranie Natalia (1)
- Renungan (18)
- renungan harian (20)
- renungan harian by CH (21)
- renungan harian satu (13)
- renungan singkat (4)
- Renungan. Gereja Bethany International Hongkong (7)
- Santapan Rohani (7)
- santapan rohani GBI BIC HK (10)
- SEBUAH KISAH (8)
Wednesday, June 1, 2016
Wednesday, April 22, 2015
Apa yang terjadi jika Yesus Kristus tidak bangkit.
Bacaan Alkitab: 1 Kor 15:1-32
Hari ini kita merenungkan apa yang terjadi jika
Yesus tidak bangkit.
1. Jika Yesus tidak bangkit, maka sebenarnya
seluruh kekristenan akan runtuh. Dalam 1
Korintus 15:14 Paulus mengatakan “Tetapi
andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-
sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga
kepercayaan kamu”. Sebelum Yesus dibangkitkan,
murid-murid Tuhan Yesus tidak menyangka akan
kebangkitan-Nya meskipun Yesus sudah berkali-
kali mengatakan bahwa Ia akan menderita,
dianiaya dan mati. Namun ketika para murid
bertemu dengan Yesus yang bangkit, maka
seluruhnya berubah. Thomas yang semula
begitu skeptis tapi ketika dia bertemu Yesus, dia
berlutut dan berkata “Engkaulah Tuhanku dan
Allahku”. Hidupnya berubah 180 derajat; dia
memberitakan Injil sampai mati di India. Satu
persatu hidup murid-murid ini diubah, dari
orang-orang yang semula ketakutan, bingung,
tidak mengerti misi hidup mereka dan siap
kembali ke kehidupan mereka yang lama menjadi
murid-murid yang berani mati karena Injil dan
memberitakan Yesus yang bangkit. Penginjil Billy
Graham pernah berkata (1) kepada Konrad
Adenaur (kanselir Jerman) bahwa jika dia tidak
percaya kebangkitan Yesus, maka dia tidak punya
Injil untuk diberitakan ke seluruh dunia. Jika
Kristus tidak bangkit, sia-sialah iman kita dan
kita masih hidup dalam dosa kita. Ayat 1
Korintus 15: 16-17 menyatakan “Sebab jika benar
orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga
tidak dibangkitkan. Dan jika Kristus tidak
dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu
dan kamu masih hidup dalam dosamu”.
2. Jika Yesus tidak bangkit artinya Dia mati karena
dosa-Nya; dosa mencengkram dan menguasai Dia
karena upah dosa adalah kematian. Maka iman
kita menjadi sia-sia, tidak ada gunanya dan kita
masih hidup dalam dosa kita. Kematian Kristus
yang menebus, membebaskan kita, yang
memperdamaikan kita dengan Allah, yang
membenarkan kita di hadapan Allah tidak terjadi
jika Kristus tidak bangkit.
3. Jika Kristus tidak bangkit, kita hidup normal/
biasa-biasa saja. Dalam 1 Korintus 15:32, Paulus
menyatakan “Jika orang mati tidak dibangkitkan,
maka “marilah kita makan dan minum, sebab
besok kita mati”. Maksudnya adalah jika Yesus
tidak dibangkitkan, maka hidup kita biasa saja
seperti manusia dalam dunia ini yang biasa
menjalani hidup tanpa dengan pemikiran adanya
Tuhan, tanpa pemikiran tentang kebangkitan,
tanpa tanggung jawab pada Tuhan, tanpa
pengertian akan kehendak Allah bagi hidup kita,
tanpa pemikiran tentang dosa dan tanpa hidup
yang harus berkenan kepada Dia.
Hidup Kristen bukan hanya bertentangan
dengan hal-hal yang negatif, yang rusak, dan
yang jelek. Hidup Kristen adalah hidup yang
bertentangan dengan hidup yang normal, yang
biasa-biasa saja. Karena Kristus sudah bangkit
dari kematian, maka kita tidak boleh hidup
seperti biasa. Panggilan hidup Kristen adalah
kalau Kristus sudah dibangkitkan maka kita
hidupnya akan berubah, berbeda secara radikal:
menyangkal diri, memikul salib, mengikut
Kristus. Seharusnya hidup kita mau mentaati
Tuhan dalam segala kesulitan dan penderitaan;
di dalamnya ada anugerah, pertolongan,
kehadiran dan kekuatan dari Tuhan.
Jika kita adalah orang Kristen yang benar-benar
melakukan hidup yang menyangkal diri, memikul
salib, mengikut Kristus, maka orang dunia akan
mengatakan bahwa kita bodoh sekali, kasihan
sekali karena mereka tidak percaya bahwa Yesus
dibangkitkan dari antara orang-orang mati.
Panggilan hidup Kristen adalah panggilan hidup
untuk menderita, mentaati Tuhan di dalam
kesulitan dan tantangan yang besar di tengah-
tengah dunia yang berdosa ini. Adalah hal yang
aneh sekali bahwa kita melakukan hidup seperti
ini jika Kristus tidak bangkit.
Paulus mengatakan ( Filipi 1:21 ) “Karena bagiku
hidup adalah Kristus dan mati adalah
keuntungan”. Keuntungan bukan karena lepas
dari penderitaan, tapi karena ketika kita mati
maka kita pergi bersama dengan Kristus. Dalam
bagian ini Paulus mengajarkan kita bahwa
karena Kristus bangkit dari kematian sehingga
ketika kita mati, kita akan bersama-sama dengan
Kristus untuk selama-lamanya.
Penginjil Jim Elliot mengatakan (2) “ He is no
fool who gives what he cannot keep, to gain
that which he cannot lose.” Maksudnya adalah
hidup sekarang yang sementara ini akan hilang,
mati. Akan tiba saatnya kita harus menghadap
Tuhan. Tetapi bagi orang-orang yang percaya
pada Tuhan, pada Kristus yang mati dan bangkit,
maka akan mendapatkan apa yang tidak mungkin
hilang yaitu keselamatan. Kristus yang terus
pelihara hidup kita sampai kita bertemu muka
dengan muka dengan Dia.
Bagi kita yang di dalam Tuhan kalau Kristus
sudah bangkit maka seluruh iman kita kepada
Kristus yang mati menebus kita, yang mati
membenarkan kita, yang mati untuk
memperdamaikan kita dengan Allah semuanya
menjadi tidak sia-sia dan menjadi kuat dalam
Kristus yang sudah mati dan bangkit untuk
menebus dosa kita.
“Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih,
berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah
selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu
tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan
jerih payahmu tidak sia-sia”. (1 Korintus 15:58 ).
Biarlah makin diteguhkan iman kita untuk
menyadari Kristus yang bangkit dari kematian
dan kita boleh terus setia dalam segala
pekerjaan Tuhan.
Wednesday, April 18, 2012
Respect the others more
Sebuah keluarga, ayah ibu dan dua anak. Pada
hari liburan sang ayah berencana mengajak
seluruh keluarga camping. Saat hari libur tiba,
seluruh keluarga mempersiapkan keperluannya
masing2 karena mereka akan berangkat jam 10
tepat, begitu janji sang ayah.
Sementara si itu ayah masi tidur. Pada jam
09.45, sang ayah bangun dan memeriksa
keadaan apakah semua sudah siap. Ia mendapati
istriny sedang menyiapkan bekal. dengan agak
emosi, ia menegur istrinya ” kok belom siap juga
si ma?!”, ” iya pa, bentar lagi, kerjaan mama kan
banyak yg disiapin buat kita”.
Lalu si ayah mendapati anak sulungnya, telah rapi
dan siap menunggu di ruang tamu, si ayah
tersenyum puas. Ketika ia mendapati anak
bungsunya, telah siap dengan berbagai
keperluannya, tetapi masih memainkan video
game di kamar, si ayah langsung emosi lagi
“Aihhhh!! kok kamu masi maen sih!! sana siap
siap, beres – beres! ini sudah jam 09.45, sebentar
lagi kita berangkat! ntar kamu ditinggal loh!!!”.
Si bungsu dengan senyum rada jengkel,
menegur sang ayah ” pa, gimana sih, bisa
ngomel2 aja. kita itu sudah siap2 dari pagi, papa
masih tidur. sekarang kita tinggal tungguin papa.
gimana mo pergi, papa aja masi belom mandi,
belom periksa dan panasin mobil, jangan marah
doang donk pa!”
Peristiwa semacam ini tidak asing dan sering kali
terjadi, betul? biasa para ayah memang suka
paling akhir menyiapkan keperluan seperti cerita
di atas, benar tidak? Tapi mari kita tarik benang
merah cerita ini. Kejadian seperti ini sangat sering
terjadi. Kita sering kali menginspeksi persiapan
orang lain, sementara kita sendiri sering kali tidak
siap. Kita sering kali menghakimi orang lain tanpa
melihat diri kita. Sering kali kita menilai ” apakah
itu layak untuk ku,” tanpa melihat ” apakah aku
layak untuk itu.” Kita sering kali merasa lebih dari
orang lain. kita sering merasa kita lebih penting
dari yg lain. Kita sering berpikir, “apakah kamu
sudah siap untuk aku?”, tanpa berpikir “apakah
aku sudah siap untuk kamu?” Mari kita belajar,
ubah cara pandang kita. Respect the others more.
hari liburan sang ayah berencana mengajak
seluruh keluarga camping. Saat hari libur tiba,
seluruh keluarga mempersiapkan keperluannya
masing2 karena mereka akan berangkat jam 10
tepat, begitu janji sang ayah.
Sementara si itu ayah masi tidur. Pada jam
09.45, sang ayah bangun dan memeriksa
keadaan apakah semua sudah siap. Ia mendapati
istriny sedang menyiapkan bekal. dengan agak
emosi, ia menegur istrinya ” kok belom siap juga
si ma?!”, ” iya pa, bentar lagi, kerjaan mama kan
banyak yg disiapin buat kita”.
Lalu si ayah mendapati anak sulungnya, telah rapi
dan siap menunggu di ruang tamu, si ayah
tersenyum puas. Ketika ia mendapati anak
bungsunya, telah siap dengan berbagai
keperluannya, tetapi masih memainkan video
game di kamar, si ayah langsung emosi lagi
“Aihhhh!! kok kamu masi maen sih!! sana siap
siap, beres – beres! ini sudah jam 09.45, sebentar
lagi kita berangkat! ntar kamu ditinggal loh!!!”.
Si bungsu dengan senyum rada jengkel,
menegur sang ayah ” pa, gimana sih, bisa
ngomel2 aja. kita itu sudah siap2 dari pagi, papa
masih tidur. sekarang kita tinggal tungguin papa.
gimana mo pergi, papa aja masi belom mandi,
belom periksa dan panasin mobil, jangan marah
doang donk pa!”
Peristiwa semacam ini tidak asing dan sering kali
terjadi, betul? biasa para ayah memang suka
paling akhir menyiapkan keperluan seperti cerita
di atas, benar tidak? Tapi mari kita tarik benang
merah cerita ini. Kejadian seperti ini sangat sering
terjadi. Kita sering kali menginspeksi persiapan
orang lain, sementara kita sendiri sering kali tidak
siap. Kita sering kali menghakimi orang lain tanpa
melihat diri kita. Sering kali kita menilai ” apakah
itu layak untuk ku,” tanpa melihat ” apakah aku
layak untuk itu.” Kita sering kali merasa lebih dari
orang lain. kita sering merasa kita lebih penting
dari yg lain. Kita sering berpikir, “apakah kamu
sudah siap untuk aku?”, tanpa berpikir “apakah
aku sudah siap untuk kamu?” Mari kita belajar,
ubah cara pandang kita. Respect the others more.
Friday, April 6, 2012
Kasih yang kita trima dengan cuma-cuma
Berapakah harga dari sebuah kasih?
Berapa uang yang harus dikeluarkan untuk
membeli kasih?
Kasih itu “tidak berharga artinya ia tidak dapat dibeli”.
Tidak perlu serupiah uang pun untuk membeli
kasih.
Bahkan kasih itu dibagikan secara “GRATIS”.
ya, kasih itu diberikan secara cuma – cuma.
Akan tetapi karena gratis,
banyak orang yang menyia – nyiakan kasih.
Kasih menjadi tidak mempunyai arti.
Apa yang mudah didapat, mudah dibuang.
Apa yang sukar diperoleh dan mahal, sangat
disayang.
Kasih disia – siakan.
Tetapi siapa dapat hidup tanpa kasih??
Berapa uang yang harus dikeluarkan untuk
membeli kasih?
Kasih itu “tidak berharga artinya ia tidak dapat dibeli”.
Tidak perlu serupiah uang pun untuk membeli
kasih.
Bahkan kasih itu dibagikan secara “GRATIS”.
ya, kasih itu diberikan secara cuma – cuma.
Akan tetapi karena gratis,
banyak orang yang menyia – nyiakan kasih.
Kasih menjadi tidak mempunyai arti.
Apa yang mudah didapat, mudah dibuang.
Apa yang sukar diperoleh dan mahal, sangat
disayang.
Kasih disia – siakan.
Tetapi siapa dapat hidup tanpa kasih??
Wednesday, March 21, 2012
Mengapa Orang Saleh Menderita?
Mengapa? Mengapa Tuhan? Mengapa saya
harus mengalami semua ini? Apa dosa saya?
Pertanyaan serupa sering kita dengar,
bahkan mungkin keluar dari mulut kita
sendiri, ketika seseorang atau kita mengalami
sesuatu yang tidak mengenakkan dalam
hidup -- sakit yang tak kunjung sembuh,
masalah yang datang bertubi-tubi, gagal
dalam pekerjaan, ditinggal orang yang
dikasihi, dan sebagainya.
Benarkah setiap penderitaan merupakan
akibat dari dosa? Jawabannya, tentu tidak.
Memang, dosa pasti akan menghasilkan
kesengsaraan, tetapi penderitaan yang
dialami seseorang belum tentu karena ia telah
berbuat dosa. Ayub adalah contoh nyata
bahwa orang saleh pun bisa menderita.
Tentang Ayub, Allah berfirman, "...Sebab
tiada seorangpun di bumi ini seperti dia,
yang demikian saleh dan jujur, yang takut
akan Allah dan menjauhi kejahatan" (Ayub
1:8b). Namun, apa yang terjadi pada Ayub?
Dalam sekejap ia kehilangan segala-galanya
-- harta benda, kesepuluh anaknya, dan
kesehatannya.
harus mengalami semua ini? Apa dosa saya?
Pertanyaan serupa sering kita dengar,
bahkan mungkin keluar dari mulut kita
sendiri, ketika seseorang atau kita mengalami
sesuatu yang tidak mengenakkan dalam
hidup -- sakit yang tak kunjung sembuh,
masalah yang datang bertubi-tubi, gagal
dalam pekerjaan, ditinggal orang yang
dikasihi, dan sebagainya.
Benarkah setiap penderitaan merupakan
akibat dari dosa? Jawabannya, tentu tidak.
Memang, dosa pasti akan menghasilkan
kesengsaraan, tetapi penderitaan yang
dialami seseorang belum tentu karena ia telah
berbuat dosa. Ayub adalah contoh nyata
bahwa orang saleh pun bisa menderita.
Tentang Ayub, Allah berfirman, "...Sebab
tiada seorangpun di bumi ini seperti dia,
yang demikian saleh dan jujur, yang takut
akan Allah dan menjauhi kejahatan" (Ayub
1:8b). Namun, apa yang terjadi pada Ayub?
Dalam sekejap ia kehilangan segala-galanya
-- harta benda, kesepuluh anaknya, dan
kesehatannya.
Wednesday, February 1, 2012
EDWIN PAENDONG: Harus Berjalan Dengan Iman
EDWIN PAENDONG: Harus Berjalan Dengan Iman: Iman bukanlah suatu tindakan asal nekad melangkah, akan tetapi iman adalah tindakan yang yakin akan Firman Allah terjadi dalam hidup kita. ...
Subscribe to:
Posts (Atom)