Thursday, December 22, 2011

KEBERHASILAN SEJATI

Buku karya Stephen R. Covey hanya dalam
beberapa minggu bisa laku 15 juta eksemplar.
Mengapa? Karena buku itu menawarkan langkah-
langkah untuk mencapai keberhasilan. Di jaman
yang susah ini, tidak hanya obat sakit kepala yang
laris, tapi juga buku-buku yang menulis tentang
kunci keberhasilan.

Keberhasilan sejati
Namun, pengertian yang lebih lengkap tentang
keberhasilan ada dalam kitab mazmur pasal
pertama. Pemazmur juga menulis bahwa
keberhasilan ditentukan oleh keberutungan atau
nasib tetapi karena kebiasaan-kebiasaan yang harus
dikembangkan dalam hidup. Selain itu, pemazmur
juga juga menulis bahwa tidak semua kberhasilan
adalah keberhasilan sejati.
Keberhasilan yang sejati, yaitu keberhasilan yang
membawa kepada kebahagiaan (ayat 3).
Sebaliknya, keberhasilan yang semu dan tidak
sejati, adalah keberhasilan yang tidak membawa
kebahagiaan (ayat 4).

Orang yang mengalami keberhasilan sejati
digambarkan hidupnya seperti pohon yang
ditanam di tepi aliran air, menghasilkan buahnya
pada musimnya, tidak layu daunnya, dan apa saja
yang diperbuatnya berhasil. Apapun kondisi
jaman, dia tetap tegar karena berada di tepi aliran
air.
Sedangkan orang yang mengalami keberhasilan
semu dan tidak sejati di gambarkan hidupnnya
seperti sekam yang ditiup oleh angin. Sesaat
sekam itu ada, tetapi ketika ditiup angin, sekam itu
lenyap, hilang tak berbekas. Keberhasilan semu
bersifat sementara.
Jelas, kita tidak ingin hidup seperti sekam yang
mudah hilang ditiup angin. Semua pasti ingin
hidup seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air.
Oleh karena itu ada kebiasaan-kebiasaan yang
harus dikembangkan supaya memiliki hidup
seperti pohon di tepi aliran air (Mazmur 1:1,2, dan
6).
Kebiasaan
Pertama, orang yang memiliki hidup seperti pohon
yang ditanam di tepi aliran air adalah orang yang
memiliki kebiasaan pergaulan yang benar (ayat 1).
Pergaulan memiliki pengaruh besar dalam
menentukan hidup kita. Oleh karena itu kita harus
berhati-hati dengan siapa kita bergaul. Bukan
maksud saya supaya kita menjadi eksklusif. Kita
tetap harus bergaul dan mengenal semua orang
supaya bisa menjadi saluran berkat Tuhan bagi
banyak orang. Tetapi kita harus berhati-hati
memilih teman akrab kita. Rasul Paulus dalam
suratnya di Korintus menulis "Pergaulan yang
buruk merusak kebiasaan yang baik".
Kebiasaan kedua yang harus dikembangkan adalah
memiliki pemikiran yang benar (ayat 2). Mutu
hidup kita tergantung dari apa yang kita pikirkan.
Kalau yang kita pikirkan adalah ha-hal yang kotor,
maka hidup kita akan kotor. Tetapi, jika kita selalu
memikirkan kebenaran, maka hidup kita akan selalu
segar. Amsal 23:7 menulis, "For as he thinketh in
his heart, so is he." Artinya sebagaimana orang
berpikir dalam hatinya, demikianlah ia.
Jagalah telinga dan mata Anda. Jangan melihat atau
membaca yang tidak seharusnya. Jangan
mendengar apa yang tidak sepantasnya. Karena
apa yang kita lihat dan dengar dapat
mempengaruhi pikiran kita. Sebaliknya, baca dan
lihatlah apa yang baik, seharusnya dan
sepantasnya.
Kebiasaan ketiga adalah perilaku yang benar. Bukan
hanya memiliki pergaulan dan pikiran yang benar
tetapi perilakunya juga harus benar. Jika kita
perilaku memuliakan nama Tuhan, hati Tuhan akan
disenangkan , dan memuncak pada satu
kesimpulan, "apa saja yang diperbuatnya berhasil".
Bukan karena kekuatan manusia, tetapi karena
Tuhan berkenan kepadanya.
Bergaul dengan Tuhan
Ketiga kebiasaan itu saling berkaitan, tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Pergaulan menjadi
sangat penting karena mempengaruhi pikiran kita
dan pada akhirnya mempengaruhi perilaku kita.
Dan dari semua pergaulan tidak ada pergaulan
yang lebih penting daripada bergaul dengan
Tuhan.
Seorang pelukis berusaha melukiskan kata "damai".
Pertama, ia melukis sebuah danau yang tenang,
airnya tidak bergelombang, diatasnya awan
berarak tipis. Lukisan yang elok, tetapi ia tidak
cukup puas karena belum cukup bisa
menggambarkan kata damai.
Lalu ia melukis sawah yang sedang menguning,
siap dipanen dengan latar belakang gunung
menghijau dan langit berwarna keemasan. Lukisan
itu juga indah tapi tidak cukup menggambarkan
kata "damai".
Terakhir ia melukis laut yang sedang bergelora
ditiup badai, gelombang mengamuk, badai
menerjang. Di sebelah kanan berdiri sebuah batu
karang. Kemudian pada batu karang itu dilukiskan
sebuah celah yang berwarna terang dengan seekor
burung kecil yang sedang bernyanyi di dalamnya.
Pelukis itu baru puas. Burung itu bernyanyi karena
tahu ia berada di tempat yang aman, di dalam batu
karang yang teguh dan tidak akan bergoncang,
bagaimana pun badai menerjang. Seperti itulah
hidup didalam pergaulan dengan Tuhan. Di tengah
dunia yang semakin sulit ini, kita harus bergaul
akrab dengan Tuhan. Itulah kunci keberhasilan
yang sejati.

No comments:

Post a Comment